Semangat dan Bebaskan Dirimu!

Lahir, tumbuh, sekolah, kerja, menikah dan memiliki anak merupakan hak setiap orang termasuk bagi penyandang disabilitas. Namun seringkali saya mendapat tanggapan, jika orang tahu bahwa saya bekerja dan menikah, mereka seperti tidak percaya, dan sering melontarkan pujian.. bahwa saya hebat dengan keadaan cacat, bisa kerja dan menikah. Jujur saja saya tidak suka pujian tersebut, karena apa yang saya lakukan dan alami adalah natural / wajar, seperti yang lainnya. Mungkin saja komentar itu terlontar karena, acap kali opini masyarakat pada umumnya sudah mengkotak-kotakan mana yang boleh, pantas dan wajar untuk kaum difable.

Dari banyak peristiwa, saya belajar bahwa menjalani hidup sebagai penyandang disabilitas harus memiliki semangat yang besar, tidak mudah putus asa dan berani menghadapi tantangan. Seperti untuk masalah pekerjaan, cinta dan keluarga.. nah ketika saya melamar kerja, seringkali ditolak, namun penolakan tersebut menjadi pemicu, untuk terus berusaha sampai akhirnya bisa masuk ke beberapa perusahaan di Solo. Lalu untuk masalah cinta, saya & mantan pacar berjuang keras untuk mendapatkan restu menikah dari keluarga besarnya, bukanlah hal yang mudah merelakan anaknya menikah dengan wanita yang menurut anggapan mereka "tidak sempurna". Perjuangan cinta tersebut berakhir bahagia karena pertengahan tahun 2012 kami menikah, setelah berpacaran 4 tahun.

Dua tahun setelah menikah saya hamil tepatnya pada bulan maret 2014. Pada saat tahu ternyata saya berbadan dua, kekhawatiran muncul, mulai dari menjalani proses kehamilan, ketakutan kalau nanti bayi saya juga cacat dan bagaimana nanti menjalani proses melahirkan? Apalagi suami saya pernah bertanya keapda seorang perawat, tentang ibu yang mengalami post polio hamil, apakah panyakit tersebut akan diturunkan kepada anaknya. Jawaban ibu perawat itu meremukan hati dan membuat saya sangat kuatir,  karena dia bilang kalau anak saya akan terkena virus polio dan cacat seperti saya. Karena jawaban itulah lalu saya searching di internet tetang kehamilan wanita dengan post polio, lalu saya mendapatkan jawaban yang mememuaskan dari Organisasi Polio Internasional, seorang wanita post polio yang hamil tidak akan menurunkan penyakit tersebut pada bayinya. Tidak puas hanya satu sumber, lalu saya bertanya lagi kepada dokter Kandungan dr. Kartipin di solo baru, dr. Soffin di RS. PKU Muhamadiyah Surakarta dan dr. Pur di muntilan semua menjawab TIDAK diturunkan, tak hentinya saya mengucap syukur, karena berita positif tersebut.

Kehamilan wanita penyanadang disabilitas pada dasarnya sama dengan wanita non difabel, hanya saja ada perlakuan khusus dan itu tergantung masing-masing kebutuhan. Seperti yang saya alami misalnya, pada tri mester ke 3 saya harus memakai penyangga perut karena kaki polio saya tidak bisa menanggung beban yang semakin lama semakin berat. Menjaga pola makan lebih banyak sayur dn lauknya dari pada nasinya supaya bebannya tidak terlalu berat tetapi janin juga tumbuh dengan baik di dalam kandungan, mungkin saya akan share nantinya untuk tips masa kehamilan untuk wanita dengan post polio.

Kondisi dan situasi sekitar juga berpengaruh dalam fase-fase tersebut, saya termasuk beruntung karena tinggal di kota solo, dimana banyak dokter yang baik dan fasilitas kesehatan yang lengkap, di sini saya diperlakukan sama dan bahkan sangat baik. Mereka tidak hanya melayani kebutuhan saya, tetapi juga memberikan semangat supaya saya tetap happy menjalani masa kehamilan, dan berpikiran positif. Walaupun ada cerita yang tidak enak juga, ada banyak orang yang masih berpikiran sempit dan memandang sebelah mata, mempertanyakan apakah saya mampu merawat bayi saya setelah melahirkan nanti.


Pertanyaan dan opini negatif orang-orang tersebut terjawab ketika pada bulan November akhir saya melahirkan dan merawat sendiri, bahkan saya sering LDR dengan suami. Hampir 90% merawat bayi adalah tugas saya, walaupun terkadang ada keluarga atau tetangga menolong. Tetapi saya punya cara tersendiri mensiasati kekurangan saya dalam merawat bayi, salah satu contohnya menggendong bayi, karena saya tidak bisa menggendong maka saya menggunakan kereta untuk memindahkan bayi dari satu ruang ke ruang yang lain.

Lewat blog ini saya ingin berbagi bahwa kita bisa menjadi ibu seperti pada umumnya meski sebagai penyandang disablitas karena kita setara dengan mereka. Membesarkan anak sebagai ibu yang difable itu unik, asik, penuh tantangan dan juga ada banyak kemenangan yang kita dapatkan. Anak-anak juga anugrah yang layak kita dapatkan, mereka selalu menyambut kita dengan peluk hangat tak peduli bahwa ibu mereka cacat. Senyum mereka adalah sukacita kita. Dan dibalik semua itu ada suami yang mengagumkan yang selalu memberi semangat dan menolong kita di masa-masa perjuangan :-)

Semangat!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pivot Tabel Postgres

Numbers to Words Bahasa Indonesia dengan PHP

Seputar Post Polio